1. Pendahuluan
Latar Belakang
Saat ini kayu
yang berkualitas semakin sulit diperoleh di pasaran, sehingga perlu dicari
bahan lain sebagai penggantinya. Bambu cepat tumbuh adalah salah satu jenis
yang dapat digunakan, karena selain mempunyai masa panen hanya 3 sampai 5
tahun, potensinya pun cukup besar di beberapa daerah dan bersifat renewable
serta sangat sesuai dengan kebutuhan industri. Beberapa aspek sifat bambu lebih
baik daripada kayu, tetapi bambu memiliki kekurangan untuk digunakan sebagai
bahan konstruksi secara langsung. Kemajuan teknologi saat ini memungkinkan untuk
dapat mengolah bahan bambu menjadi balok mirip kayu dengan kekuatan yang
tinggi. Pengembangan pembuatan balok bambu dilakukan dengan bantuan pelatihan
produksi, sehingga dapat dibuat unit produksi dan dapat dilakukan dengan skala
UKM.
Hasil penelitian Balai Bahan Bangunan – Puslitbang
Permukiman pada tahun anggaran 2007 menunjukkan bahwa, dengan menggunakan
perekat resin (cara pres panas atau dingin) atau semen, dapat dihasilkan suatu
suatu bahan bangunan komposit yang mempunyai kekuatan tinggi sehingga dapat
menandingi kekuatan kayu. Produk dari hasil penelitian ini dapat berupa panel
eksterior dan interior dengan berbagai bentuk untuk konstruksi bangunan
seperti, dinding, langit-langit serta penutup atap, atau yang digunakan sebagai
bahan furniture dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan.
Manfaat
1. Menyediakan bahan bangunan alternatif dan
memberdayakan masyarakat melalui pengembangan UKM.
2. Menciptakan lapangan
pekerjaan baru bagi masyarakat dan mendukung program pembangunan perumahan yang
berkelanjutan di Indonesia.
Keunggulan
1. Dimensi dapat disesuaikan dengan kebutuhan
2. Dimungkinkan dibuat
tanpa adanya sambungan
3. Sifat Mekanika tinggi
4. Pengerjaan setara dengan bahan kayu
Jenis Bambu Olahan
Parallam
Subiyanto et al. (1994), menyatakan bahwa papan bambu
lapis semi serat dibuat dengan cara memipihkan bambu dengan mesin pemipih
sampai bentuk bambu berupa semi serat yang panjang. Kemudian arah serat disusun
saling menyilang. Parallam bambu yang dibuat sama dengan papan bambu lapis semi
serat, tapi arah seratnya susunannya sejajar.
Bambu Lapis
Kayu lapis adalah suatu produk yang diperoleh dengan
cara menyusun bersilangan tegak lurus lembaran venir yang diikat dengan
perekat,minimal tiga lapis ( SNI,2000). Pemasangan venir dengan arah saling
tegak lurus dimaksudkan untuk mendapatkan kekuatan mekanis yang lebih tinggi.
Penyusutan lebih kecil sehingga menjadikan produk tersebut memiliki stabilitas
dimensi yang tinggi.
2.1 Bambu
•
Tanaman bambu termasuk ke dalam famili Gramineae, sub
famili Bambusoideae,
ordo Graminales dan kelas Monokotil (Qisheng et al. 1999). Di dunia
diketahui ada 1250 jenis bambu yang berasal dari 75 marga (Sharma 1980)
sedangkan menurut Widjaja (2001) di Indonesia tumbuh berbagai macam bambu yang
tersebar di seluruh daerah, ada sekitar 143 jenis bambu yang telah diketahui
sifat dan jenisnya. Jumlah tersebut berasal dari 9 marga yaitu Arundinaria,
Bambusa, Dendrocalamus, Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys,
Schizostachyum dan Thysostachys (Sastradipraja et al. 1977; Widjaya
1980). Diantara hutan bambu di dunia, benua asia mempunyai area yang terluas,
luas hutan bambu di Asia Tenggara lebih dari 10 juta ha. Beberapa spesies bambu
dapat tumbuh pada daerah dengan suhu antara 40ºC sampai 50ºC, di beberapa
tempat dapat bertahan pada daerah bersalju atau memiliki temperatur yang
membekukan. Di beberapa negara bambu memiliki peranan yang penting dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat tropis. Di dunia bambu didistribusikan di 3 daerah yaitu Asia dan
Lautan Pasifik, Amerika dan Afrika. Daerah Asia Tenggara merupakan pusat
keaslian dan distribusi bambu di dunia (ITTO 1994). Tanaman bambu mempunyai
daerah penyebaran yang cukup luas baik penyebaran vertikal maupun horizontal.
Dengan demikian hampir semua jenis bambu dapat tumbuh pada berbagai tempat di
Indonesia. Perkembangbiakan bambu digunakan untuk kegiatan afforestasi dan
reforestasi oleh petani. Perkembangbiakan generatif dilakukan dengan biji.
Perkembangbiakan vegetatif dilakukan dengan melakukan pemotongan pada bagian
batang, cabang atau akar rimpang (Brandis 1900 dalam Liese 1987). Teknik
pembibitan dilakukan dengan biji, stek batang, stek cabang dan rhizom.
•
2.2
Morfologi
•
2.2.1
Akar Rimpang
•
Akar
Rimpang terdapat di bawah tanah dan membentuk sistem percabangan yang dapat
dipakai untuk membedakan kelompok bambu. Ada dua macam sistem percabangan akar
rimpang yaitu pakimorf (dicirikan oleh akar rimpangnya yang simpodial),
leptomorf (dicirikan oleh akar rimpangnya yang monopodial). Di Indonesia jenis-jenis
bambu asli umumnya mempunyai sistem perakaran pakimorf, yang dicirikan oleh
ruasnya yang pendek dengan leher yang pendek juga. Setiap akar rimpang
mempunyai kuncup yang akan berkembang dan tumbuh menjadi akar rimpang baru yang
akhirnya bagian yang tumbuh ke atas membentuk rebung dan kemudian menjadi
buluh. Akar pakimorf bentuknya bervariasi, misalnya pada marga Dinoclhoa,
Meloccana memiliki akar rimpang yang lehernya panjang tetapi ruasnya
pendek dan tanpa kuncup, sehingga buluh tampak agak berjauhan dan tidak
menggerombol (Widjaja 2001).
•
2.2.2
Rebung
•
Rebung
merupakan bambu muda yang muncul dari permukaan dasar rumpun atau rizhom. Pada
awalnya berbentuk tunas yang pertumbuhannya lambat dan dalam perkembangannya
berbentuk kerucut yang merupakan bentuk permulaan dari perkembangan batang.
Rebung muncul pada musim hujan yang laju pertumbuhannya sangat tergantung dari
jenis bambunya (Forda 1996).Rebung tumbuh dari kuncup akar rimpang di dalam
tanah atau dari pangkal buluh tua. Bulu pelepah rebung umumnya hitam tapi ada
juga yang coklat atau putih dan beberapa bulu dapat menyebabkan kulit menjadi
sangat gatal sedangkan yang lain tidak. Rebung selalu ditutupi oleh pelepah
buluh yang juga tumbuh memanjang mengikuti perpanjangan ruasnya (Widjaja 2001).
•
2.2.3 Buluh
•
Buluh
berkembang dari rebung, tumbuh sangat cepat dan mencapai tinggi maksimum dalam
beberapa minggu. Buluh terdiri atas ruas dan buku-buku. Beberapa jenis
mempunyai ruas panjang, sperti Schizostachyum irate, S.sillicatum dan
yang lain memiliki ruas pendek misalnya Bambusa vulgaris, B.blumeana,
Melocanna baccifera, Phyllostachys aurea dan P. Nigra. Selainberbeda
dalam panjang buluhnya beberapa jenis tertentu mempunyai diameter buluh yang
berbeda. Jenis Dendrocalamus mempunyai diameter buluh tebesar diikuti
oleh jenis-jenis dari marga Gigantochloa dan Bambusa. Setiap
bambu memiliki panjang buku yang berbeda (Widjaja 2001). Buluh memiliki pelepah
yang merupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada setiap
ruas. Pelepah buluh sangat penting fungsinya yaitu menutupi buluh ketika muda. Saat buluh tumbuh dewasa dan tinggi pada
beberapa jenis bambu pelepahnya luruh tetapi jenis lain pelepahnya tetap
menempel (Widjaja 2001). Bambu adalah salah satu jenis tumbuhan yang cepat
tumbuh dan dapat mencapai ketinggian maksimum 15 sampai 30 meter dalam waktu 2
sampai 4 bulan dengan rata-rata pertumbuhan harian sekitar 20 cm sampai dengan
100 cm dan diameter 5-15 cm (Ueda 1960 dalam Liese 1987).
•
2.2.4
Percabangan
•
Percabangan
pada umumnya terdapat di atas buku-buku. Cabang dapat digunakan sebagai ciri
penting untuk membedakan marga bambu. Pada marga Bambusa, Dendrocalamus dan
Gigantochloa sistem percabangan memiliki satu cabang yang lebih besar
daripada cabang lainnya yang lebih kecil. Cabang lateral bambu yang tumbuh pada
batang utama, biasanya berkembang ketika buluh mencapai tinggi
maksimum. Pada beberapa marga, cabang muncul tepat di atas tanah misalnya
pada Bambusa dan menjadi rumpun pada sekitar dasar rumpun dengan duri atau tanpa duri (Widjaja
2001). Batang bambu terdiri atas 3 bagian yaitu kulit, kayu dan bagian empulur.
Kulit bambu adalah bagian terluar dari penampang lintang dinding batang,
empulur adalah bagian batang yang berdekatan dengan rongga bambu yang tidak
mengandung ikatan vaskular. Bagian kayu pada bambu adalah bagian diantara kulit
dan empulur (Qisheng 2001).
•
2.3
Ikatan Pembuluh
•
Struktur
anatomi penampang melintang ruas batang bambu ditentukanoleh ikatan pembuluh
baik dalam bentuk, ukuran susunan maupun jumlah (Lwinet al. 1007; Liese
1980). Tampilan ikatan pembuluh melintasi batang berubah secara kontinyu dari
bagian pinggir ke bagian pusat. Mendekati bagian pinggir, ikatan pembuluh menjadi semakin kecil dan
banyak dengan hanya sedikit parenkim. Ikatan pembuluh berada di bawah kortek berbentuk
bulat dalam irisan transversal.
Ke arah tengah dinding batang ikatan pembuluh menjadi lebih besar dan lebih
luas ruangannya sedangkan di dalam kebanyakan spesies ikatan pembuluh
menunjukan ukuran maksimum dan bentuk yang karakteristik pada Bagian pusat. Di
bagian dalam ikatan pembuluh kembali menjadi lebih kecil. Di daerah pinggir
batang, ikatan pembuluh kecil dan berjumlah banyak dan bagian dalam lebih besar
dan lebih sedikit. Dalam batang, jumlah total ikatan pembuluh menurun dari
pangkal ke bagian ujung (Liese 1980).
•
Gambar 1
Tipe ikatan pembuluh pada bambu, a = Tipe I, b = Tipe II, c = Tipe III dan d =
Tipe IV, sumber : Liese dan Groser (1973) Menurut Liese dan Groser (1973), pada umumnya jenis bambu mempunyai
ikatan serabut (fibre bundle) yang terpisah pada sisi dalam atau sisi luar ikatan vascular pusat. Ada empat tipe
ikatan pembuluh, yaitu :
•
a. Tipe
I, ikatan pembuluh terdiri atas satu bagian yaitu ikatan pembuluh pusat (central
vascular strand) yang hanya didukung oleh jaringan selubung sklerenkim dan
ruang interseluler.
•
b. Tipe
II, ikatan pembuluh terdiri atas satu bagian yaitu ikatan pembuluh pusat yang
hanya didukung oleh jaringan seperti selubung sklerenkim dan selubung ruang
interseluler yang lebih besar dari ketiga tipe lainnya.
•
c. Tipe
III, ikatan pembuluh terdiri atas dua bagian yaitu ikatan pembuluh pusat dan
satu ikatan serabut. Ikatan serabut terletak di sebelah dalam ikatan vaskuler
pusat. Selubung ruang interseluler umumnya lebih kecil dari yang lain.
•
d. Tipe
IV, ikatan pembuluh terdiri atas tiga bagian yaitu ikatan pembuluh pusat dan
dua ikatan serabut yang terletak di sebelah dalam dan luar dari ikatan vaskular
pusat.
2.5 Sifat Kimia Bambu
Sifat kimia bambu bervariasi berdasar spesies, kondisi
pertumbuhan, umur dan bagian batang bambu dan faktor-faktor eksternal topografi
dan efek musim (Othman et al. 1995; Lwin et al. 2007). Komposisi bahan
berkayu mendekati 50% karbon, 6% hidrogen dan 44% oksigen dengan rata-rata kadar abu 0.2-0.3% dan nilai nitrogen 0.1% atau kurang
(Bodig dan Jayne 1993). Pada
bambu, komponen utama kimianya adalah selulosa,
hemiselulosa dan lignin sedangkan komponen minor adalah tanin, lilin, dan garam
anorganik (Othman etal. 1995).
Menurut Higuchi (1985) dalam Lwin et al.
(2007), komposisi kimia bambu secara umum sama dengan kayu daun lebar kecuali
ekstrak alkalin, abu dan kadar silika yang tinggi. Banyak
hubungan diantara komposisi kimia dan penggunaannya. Bambu terdiri atas sekitar 50-70%
holoselulosa, 30% pentosan dan 20-25% lignin. Kadar silika
0.5-5% dan mempengaruhi pemotongan dan
kualitas pulping. Kadar silika yang tinggi terdapat
pada epidermis (Liese 1992)
2.6 Komponen Kimia Struktural Kayu
Komponen kimia kayu dapat dibedakan menjadi
komponen-komponen makromolekul utama dinding sel selulosa, poliosa (hemiselulosa)
dan lignin yang terdapat pada semua kayu dan komponen minor (zat ekstraktif dan
zat-zat mineral) (Fengel dan Weegener 1995). Selulosa membentuk komponen serat dari dinding sel
tumbuhan. Molekul selulosa merupakan rantai-rantai atau mikrofibril dari D-glukosa
sampai sebanyak 14.000
satuan yang terdapat sebagai berkas-berkas berpuntir mirip tali yang terikat satu sama lain oleh ikatan hidrogen (Fessenden 1982). Selulosa merupakan struktur dasar sel tanaman
sehingga merupakan bahan alam yang paling penting dibuat oleh organisme hidup.
Selulosa merupakan polimer linear dengan berat molekul tinggi yang tersusun
seluruhnya oleh β-D-Glukosa. Selulosa
terdapat pada semua tanaman dari pohon bertingkat tinggi sehingga organisme
primitif seperti rumput laut, flagelata dan bakteria. (Wardrop 1970 dalam Fengel
dan Weegener 1995).
Menurut Cross dan Bevan (1912) alfa selulosa adalah
istilah untuk selulosa kayu yang tidak larut dalam natrium hidroksida kuat.
Menurut Casey (1980) kertas yang memiliki kadar alfa selulosa yang tinggi atau
viskositas yang tinggi pada umumnya mengandung serat berkualitas tinggi dan
memiliki derajat stabilitas yang tinggi. Di samping selulosa dalam kayu maupun
dalam jaringan tanaman yang lain terdapat sejumlah polisakarida yang disebut
poliosa atau hemiselulosa. Menurut Bauer (1970) dalam Weegener (1995)
hemiselulosa adalah selulosa berantai pendek atau berbobot molekul rendah.
Hemiselulosa disusun oleh berbagai unit gula atau anhidro yang membentuk
poliosa dan dapat dibagi menjadi kelompok seperti pentosa, heksosa, asam
heksuronat dan deoksi heksosa. Rantai utama poliosa dapat terdiri hanya satu
unit seperti xilan, atau terdiri dari dua unit
atau lebih.Lignin bukan karbohidrat, tetapi lebih bersifat aromatis (Tsoumis
1991). Lignin merupakan polimer dari unit-unit fenil propana. Lignin dapat
dibagi menjadi beberapa kelas menurut unsur-unsur strukturnya. Yang disebut
lignin guaiasil yang terdapat di hampir semua kayu daun jarum sebagian besar
merupakan produk polimerisasi dari konifer alkohol. Lignin guaiasil-siringil,
khas kayu daun lebar adalah koopolimer dari koniferil dan sinapil alkohol
dengan nisbah bervariasi.
•
Seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, kebutuhan terhadap kayu sebagai
bahan bangunan juga meningkat. Walaupun luas kawasan hutan berdasarkan TGHK sebesar 124.7 juta hektar yang terdiri atas
kawasan hutan tetap seluas 110.8 juta hektar dan kawasan hutan produksi
yang dapat dikonversi seluas 13.9 juta hektar (Dephut, 2004), pada kenyataannya ketersediaan kayu di hutan alam
semakin terbatas akibat dari eksploitasi yang berlebihan yang melebihi daya
dukungnya dan cenderung menimbulkan kerusakan hutan.
•
Ditambah
lagi, dewasa ini luas hutan di Indonesia terus mengalami penyusutan. Untuk
mengatasi ketidakmampuan hutan dalam memenuhi kebutuhan kayu yang terus
meningkat, perlu dilakukan tindakan-tindakan antisipasi dengan mencari bahan
baku selain kayu yang dapat digunakan sebagai pengganti atau penunjang kayu
dari hutan alam. Salah satunya dengan memanfaatkan hasil hutan non kayu berupa
bambu. Keadaan ini ditunjang oleh kenyataan bahwa Indonesia memang kaya akan
jenis bambu yang berpotensi ekonomi baik secara lokal mau pun dalam skala
nasional dan bahkan untuk keperluan regional dan internasional. Melihat potensi
bambu di Indonesia terdapat lebih dari 143jenis bambu dan 9 jenis diantaranya
merupakan bambu yang hidup endemik di Jawa (Widjaja,2001).
•
Untuk
mengatasi ketidakmampuan hutan dalam memenuhi kebutuhan kayu, perlu dilakukan
tindakan-tindakan antisipasi dengan mencari bahan baku selain kayu yang salah
satunya berupa bambu.
•
Bambu
juga memiliki banyak kegunaan, mulai dari bahan bangunan sampai ke produk
makanan olahan. Bambu disukai sebagai bahan bangunan karena memiliki beberapa
keunggulan diantaranya kuat, keras, ringan, mudah didapat, cepat tumbuh, mudah
dalam pengerjaan, dan mempunyai sifat mekanis yang lebih baik pada arah sejajar
serat. Melihat keunggulan-keunggulan tersebut memungkinkan berkembangnya
produk-produk panel bambu sebagai wujud upaya diversifikasi produk panel kayu.
•
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi tebal lapisan dan pengaruh perekat
terhadap sifat fisis dan mekanis panel bambu lapis dan kemungkinan pemanfaatan
bambu andong sebagai bahan baku
pembuatan bambu lapis struktural.
•
Analisis
sifat fisis dan mekanis bambu dilakukan dengan menggunakan rancangan faktorial
acak lengkap untuk melihat sejauh mana perekat dan komposisi tebal bambu
mempengaruhi sifat sifat bambu.
•
2.7
Komponen Kimia Non Struktural
•
Komponen
kimia non struktural kayu mengandung zat-zat dengan bobot molekul
rendah. Meskipun komponen tersebut hanya memberikan saham beberapa persen pada masa kayu, mereka dapat
memberikan pengaruh yang besar pada sifat dan kualitas pengolahan kayu.
Beberapa komponen seperti ionion logam tertentu sangat penting bagi kehidupan
pohon (Fengel dan Weegener 1995). Klasifikasi yang dapat dibuat adalah zat
organik dan anorganik. Bahan organik lazim disebut zat ekstraktif. Sebagian
bahan anorganik secara ringkas disebut abu. Zat-zat tersebut dapat dibedakan
berdasarkan analisis kelarutan dalam air dan pelarut organik. Gugus-gugus utama
senyawa kimia yang merupakan komponen kimia kayu dengan bobot molekul rendah
adalah senyawa aromatik
(fenolat), terpena, asam alifatik, alkohol, senyawa anorganik, monosakarida
dan disakarida (Sjostrom 1995). Bagian dari kayu yang beranekaragam, meskipun
biasanya berupakan bagian
kecil, larut dalam pelarut-pelarut organik netral atau air. Ekstraktif terdiri
atas jumlah yang sangat besar dari senyawa-senyawa tunggal tipe lipofil maupun
hidrofil. Ekstraktif dapat dapat dipandang sebagai konstituen kayu yang tidak
struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa-senyawa ekstra seluler dan
berat molekul rendah. Tipe konstituen yang mirip terdapat dalam yang disebut
eksudat, yang dibentuk oleh pohon melalui proses metabolisme skunder setelah kerusakan
mekanik atau penyerangan oleh serangga atau jamur (Sjostrom 1995).
•
Kadar
dan komposisi ekstraktif berbeda diantara spesies kayu berdasarkan letak
geografi dan musim. Pada sisi lain komposisi ekstraktif dapat digunakan untuk
determinasi kayu-kayu tertentu yang sukar dibedakan secara anatomi. Ekstraktif
terkonsentrasi dalam saluran resin dan sel-sel parenkim jarijari: jumlah yang
rendah juga terdapat dalam lamela tengah, interseluler dan dinding sel trakeid
dan serabut libiform. Ekstraktif juga dapat mempengaruhi kekuatan pulp,
perekatan dan pengerjaan kayu akhir maupun sifat-sifat pengeringan (Fengel dan
Weegener 1995). Kayu memiliki komponen anorganik yang rendah. Komponen utama
abu adalah kalium, kalsium, dan magnesium maupun silika.
•
Kayu
mengandung komponen-komponen anorganik yang berwujud abu yang jarang melebihi
1% dari berat kayu kering. Abu ini berasal dari berbagaigaram yang diendapkan
dalam dinding sel dan lumen. Endapan yang khas adalah berbagai karbonat,
silikat, oksalat dan fospat. Komponen logam yang paling banyak jumlahnya adalah
kalsium yang diikuti kalium dan magnesium (Sjostrom 1995). Logam-logam terikat
secara parsial dengan gugus-guguskarboksil yang terdapat dalam xilan dan pektin
atau seperti logam-logam berat misalnya besi dan mangan. Menurut Tsoumis (1991)
menyatakan bahwa beberapa zat anorganik seperti garam kalsium dan silika tidak
larut terhadap bahan pelarut organik netral (alkohol, benzene,
aseton, eter dan pelarutan-pelarutan dengan air) tetapi zat-zat ini ditetapkan juga sebagai zat ekstraktif
karena zat-zat ini bukan merupakan komponen dari dinding sel. Atas dasar
tersebut maka semua zat anorganik (abu kayu) dapat ditetapkan sebagai zat
ekstraktif.
•
Hasil
penelitian menunjukkkan bahwa kadar air segar pada posisi pangkal,tengah dan
ujung secara berturut-turut adalah 125,99%; 98,54% dan 69,26%.Kadar air kering
udara pada posisi pangkal, tengah dan ujung secara berturut-turut sebesar
12,52%; 11,16% dan 109,88%. Nilai kadar air segar dan kadar air kering udara
pada bagian posisi pangkal cenderung lebih besar daripada posisi tengah dan
ujung. Hal ini dikarenakan pada bagian pangkal umumnya memiliki dinding serabut
yang lebih tebal daripada bagian ujung sehingga kemampuan mengikat air lebih
besar. Keadaan ini serupa pula dengan yang dilaporkan dalam hasil penelitian
Soenardi (1988), bahwa variasi kadar air bambu dari pangkal ke bagian ujung
batang memperlihatkan kecenderungan menurun. Liese (1985) juga melaporkan bahwa
pada bambu umur 3 sampai 4 tahun bagian pangkalnya mempunyai kadar air yang
lebih tinggi daripada bagian ujungnya Nilai berat jenis pada posisi pangkal,
tengah dan ujung bambu Apus secara berurutan adalahi 0,50; 0,67 dan 0,58%. Pola
variasi berat jenis menunjukkan kecenderungan meningkat dari posisi pangkal ke
arah ujung batang. Hal ini dikaitkan dengan kadar air yang semakin menurun pada
posisi ini. Panshin de Zeeuw (1980) meyebutkan bahwa berat jeis berhubungan
dengan tebal dinding sel.
•
Apabila
dikaitkan dengan tebal dinding sel, maka peningkatan tebal dinding sel dari
posisi pangkal ke posisi ujung batang berbanding lurus dengan peningkatan berat
jenis. Menurut Oey Djoen Seng (1990), variasi berat jenis dipengaruhi oleh
kecepatan tumbuh dan perbedaan letak tinggi dalam batang. Hasil
penelitian untuk penyusutan tebal dari kondisi segar ke kering udara pada
posisi pangkal, tengah dan ujung adalah 7,50%; 13,00% dan 14,11%. Nilai penyusutan tebal dari kondisi segar ke kering
tanur secara berturut-turut sebesar 8,53%; 14,66% dan 14,91%. Dengan demikian
terlihat bahwa terjadi kecenderungan peningkatan penyusutan tebal dari posisi
pangkal ke posisi ujung batang baik utuk penyusutan tebal kondisi segar ke
kering udara dan dari kondisi segar ke kering tanur pada jenis bambu Apus. Hal
ini dikarenakan adanya kaitan dengan berat jenisnya, dimana dengan semakin
tinggi berat jenisnya maka akan mempunyai penyusutan yang besar. Demikian pula
sebaliknya. Karena berat jenis yang tinggi memiliki massa kayu yang besar
sehingga jumlah air yang keluar daridalam kayu juga besar asalkan kandungan
ekstraktif tidak menghalangi. Panshin de Zeeuw (1980) mengemukakan bahwa penyusutan
bervariasi menurut letaknya dalam
batang. Variasi ini berhubungan dengan kandungan ekstraktif dan berat jenis
pada masing-masing bagian kayu. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa
posisi bagian bambu (pangkal, tengah dan ujung) berpengaruh sangat nyata
terhadap kadar air kering udara, penyusutan tebal dari kondisi segar ke kondisi
kering udara dan penyusutan tebal dari kondisi segar ke kondisi kering tanur;
sedangkan terhadap kadar air segardan berat jenis tidak berpengaruh secara
nyata.
Papan Partikel
Papan
partikel ialah produk panil yang dihasilkan dengan memanpatkan
partikel-partikel kayu dan sekaligus mengikatnya dengan suatu perekat.
Tipe-tipe papan partikel yang banyak itu sangat berbeda dalam hal ukuran dan
bentuk partikel, jumlah resin (perekat) yang digunakan, dan kerapatan panil
yang dihasilkan (Haygreen, 1996).
Papan partikel adalah salah satu jenis kayu pabrikan.
Papan partikel terbuat dari campuran keping kayu (wood chips) yang
dicampur dengan lem resin sintetis dan dipres atau ditekan menjadi
lembaran-lembaran keras dalam ketebalan tertentu. Papan partikel cenderung
stabil dan tidak mudah berubah bentuknya (menyusut, membelok, dan lain lain).
Papan partikel juga dapat dipotong, dibentuk, dan dibor dengan mudah
menggunakan peralatan standar. Papan partikel tidak dapat digunakan untuk
bagian eksterior karena ujung-ujngnya mudah menyerap embun dan mudah lembab.
Meskipun demikian, beberapa produsen kini menyertakan emulsi lilin di lemnya
untuk melindungi papan dari kelembaban pada tingkat tertentu. Papan partikel
lebih banyak digunakan untuk peti mati, laci, panel, partisi, dan lain-lain
(Haygreen, 1996).
Papan partikel dapat dibedakan berdasarkan beberapa
hal seperti cara pengempaan, kerapatan, kekuatan, macam perekat, susunan
partikel dan pengolahan. Dan mutu papan partikel meliputi beberapa hal seperti
cacat, ukuran, sifat fisis, sifat mekanis, sifat kimia. Ketentuan mengenai mutu
papan partikel tidak selalu sama pada setiap standar dan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan teknologi dan penggunaan papan partikel (Arbintarso, 2008)
2.8.1. Macam dan Mutu Papan Partikel
2.8.2. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Papan Partikel
1.
Berat Jenis Kayu
Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan
partikel dengan berat jenis kayu harus lebih dari satu, yaitu sekitar 1,3 agar
mutu papan partikelnya baik. Pada keadaan tersebut proses pengempaan berjalan
optimal sehingga kontak antar partikel baik
2. Zat Ekstraktif Kayu
Kayu yang
berminyak akan menghasilkan papan partikel yang kurang baik dibandingkan dengan
papan partikel dari kayu yang tidak berminyak. Zat ekstraktif semacam itu akan
mengganggu proses perekatan.
3. Jenis Kayu
Jenis kayu
(misalnya meranti kuning) yang kalau dibuat papan partikel emisi
formaldehidanya lebih tinggi dari jenis lain (misalnya meranti merah). Masih
diperdebatkan apakah karena pengaruh warna atau pengaruh zat ekstraktif atau
pengaruh keduanya.
4. Campuran Jenis Kayu
Keteguhan lentur papan partikel dari campuran jenis
kayu ada diantara keteguhan lentur papan partikel dari jenis tunggalnya, karena
itu papan partikel structural lebih baik dibuat dari satu jenis kayu dari pada
dari campuran jenis kayu.
5. Ukuran Partikel
Papan
partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik daripada yang dibuat dari
serbuk karena ukuran tatal lebih besar daripada serbuk. Karena itu, papan
partikel structural dibuat dari partikel yang relatif panjang dan relatif
besar
6. Kulit Kayu
6. Kulit Kayu
Makin banyak kulit kayu dalam partikel kayu, maka sifat papan
partikelnya makin kurang baik karena kulit kayu akan mengganggu proses perekatan antar partikel. Banyaknya kulit kayu maksimum sekitar
10%
7. Perekat
7. Perekat
Macam perekat yang dipakai mempengaruhi sifat papan partikel. Penggunaan
perekat eksterior akan menghasilkan papan partikel eksterior sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan
partikel interior.
8. Pengolahan
8. Pengolahan
Proses produksi papan partikel berlangsung secara otomatis. Walaupun
demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan yangdapat mengurangi mutu papan partikel. Sebagai contoh, kadar air hamparan
(campuran partikel dengan perekat) yang optimum adalah 10-14%, bila terlalu tinggi keteguhan lentur dan keteguhan rekat
internal papan partikel akan menurun (Sutigno, 1994)
2.8.3. Sifat-sifat Papan Partikel
2.8.3. Sifat-sifat Papan Partikel
1. Penyusutan dianggap tidak ada
2. Keawetan terhadap jamur tinggi, karena adanya bahan pengawet
3. Merupakan isolasi bahan panas yang baik
4. Merupakan bahan akustik yang baik
2.8.4. Penggunaan papan partikel
2.8.4. Penggunaan papan partikel
1. Untuk prabot
2. Dinding dalam rumah, dinding antara
3. Flavon dan lantai
4. Dan macam-macam kegunaannya dalam permebelan
2.9.5. Keuntungan papan partikel
1. Papan partikel merupakan bahan konstruksi yang baik
2. Bahan isolasi dan akustik yang baik
3. Dapat menghasilkan bidang yang luas
4. Pengerjaan mudah dan cepat
5. Tahan api
6. Mudah di finishing, dilapisi kertas dekor, dilapisi finir
7. Memiliki kestabilan dimensi (Dumanauw, 1990)
Bentuk Bambu jadi Chip Wood
Bentuk Bambu jadi serat fiber
produk MDF papan serat dari Bambu
Aplikasi berbagai produk MDF dari Bambu
Proses produksi MDF dari Bambu
raw material bambu --------> wood chip ----------> serat fiber + lem urea formaldehida----------> MDF bambu
2.9.5. Keuntungan papan partikel
1. Papan partikel merupakan bahan konstruksi yang baik
2. Bahan isolasi dan akustik yang baik
3. Dapat menghasilkan bidang yang luas
4. Pengerjaan mudah dan cepat
5. Tahan api
6. Mudah di finishing, dilapisi kertas dekor, dilapisi finir
7. Memiliki kestabilan dimensi (Dumanauw, 1990)
Bentuk Bambu jadi Chip Wood
Bentuk Bambu jadi serat fiber
produk MDF papan serat dari Bambu
Aplikasi berbagai produk MDF dari Bambu
Proses produksi MDF dari Bambu
raw material bambu --------> wood chip ----------> serat fiber + lem urea formaldehida----------> MDF bambu