Kamis, 03 Maret 2011

Kayu Karet Untuk Industri: Terbuka Lebar

Kayu Karet Untuk Industri: Terbuka Lebar

Posted: February 1, 2011 by Sebuah Catatan Bulanan in Market Itu Pasar


Tahun ke tahun kebutuhan bahan baku kayu nasional semakin meningkat. Data Dirjen Perkebunan tahun 2010 menunjukkan, bahwa kebutuhan kayu nasional mencapai 43 juta m3. Tapi kebijakan soft landing Kementerian Kehutanan membatasinya, sehingga negeri ini di tahun 201 0 hanya diberi jatah tebangan sebesar 9,1 juta m3. Deforestasi hutan alam yang semakin tinggi penyebab munculnya kebijakan ini. Jelas, terdapat marjin antara supply dan demand sebesar 33,9 juta m3. Semakin jelas pula, diperlukan alternatif pengganti kayu hutan untuk di ekspor.

Kementrian kehutanan merilis, laju deforestasi Indonesia dalam kurun waktu 2005 – 2010 mencapai 1,175 juta ha per tahun. “Kayu karet bisa menjawab gap itu. Apalagi dengan diluncurkan program Hutan Tanaman Industri (HTI). Sekarang, tanaman karet memiliki prospek yang baik,” kata Cicilia Nancy, Peneliti Sosial Ekonomi di Balai Penelitian Sembawa. Nancy menambahkan lagi bahwa sebagai tanaman perkebunan, nilai ekonomis tanaman karet tak hanya terletak pada kemampuannya menghasilkan lateks, tetapi juga kayunya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku perabot rumah tangga.

“Peningkatan permintaan kayu karet karena membaiknya perekonomian dunia, pertambahan penduduk, dan terbatasnya ketersediaan kayu hutan alam seperti kayu meranti putih, ramin, dan Agathis yang dilarang untuk di ekspor dalam bentuk kayu gergajian,” ungkap Nancy. Produk kayu yang berwarna khas putih kekuningan seperti kayu ramin ini banyak dikonsumsi negara-negara seperti Singapura, Jepang, China, Taiwan, dan Amerika Latin dalam bentuk furniture, papan partikel, parquet flooring, moulding, laminating, dan pulp. Perkembangan teknologi pengolahan kayu saat ini menjadikan pemanfaatan kayu karet sebagai bahan baku industri tidak lagi hanya terbatas untuk kayu pertukangan, tetapi kayu-kayu yang berukuran lebih kecilpun dapat diproses di pabrik Medium Density Fiber (MDF) menjadi bubur kayu untuk kemudian menghasilkan produk akhir dalam bentuk particle board, fibre board, pulp, dan kertas. Seluruh bagian kayu termasuk cabang dan ranting sudah dapat dimanfaatkan.

Kayu karet diharapkan dapat digunakan lebih luas sebagai substisusi kayu alam. Potensi kayu karet untuk diolah menjadi bahan baku industri cukup besar. Jika mengacu kepada statistik karet, diketahui bahwa luas perkebunan karet di Indonesia pada tahun 2009 seluas 3,4 juta hektar. Sebesar 85 persen atau 3 juta hektar adalah kebun karet rakyat. Dengan demikian perkebunan rakyat menjadi tumpuan pengembangan kayu karet. Potensi kayu karet diperkirakan lebih kurang 8,5 juta m3 per tahun, didasarkan atas luas areal perkebunan karet yang ada. Diasumsikan perkebunan karet setiap tahun meremajakan 5-10 persen dari arealnya. Harap diingat ada 400 ribu ha perkebunan rakyat dalam kondisi tua, rusak, dan tidak produktif, yang saat ini membutuhkan peremajaan. Persoalannya, belum ada sumber dana untuk meremajakannya.

Memenuhi standar.

Kayu karet yang diolah dibedakan atas bentuk gelondong (log) dan limbah, baik limbah penebangan maupun limbah pengolahan. Log kayu karet merupakan bagian dari batang yang berdiameter 20 cm ke atas. Nancy menguraikan pengolahan kayu karet gelondong hingga saat ini bertujuan menghasilkan kayu gergajian dan kayu lapis, sedangkan limbahnya menghasilkan papan partikel, papan serat atau pulp, atau arang.

Rendemen kayu gergajian menjadi produk gergajian kayu sekitar 50%, sudah termasuk penyusutan saat pengeringan. Umumnya kayu karet gergajian digunakan sebagai komponen mebel dan konstruksi bangunan. Produk peralatan kayu karet dapat dibuat secara knock down ataupun completed knock down dengan tujuan Eropa dan Amerika, misalnya untuk dining set, folding chair racking, lounge bed room, dan garden set. Kayu karet juga bisa digunakan untuk moulding (bentuk profil seperti pigura dan lisplank) dan berbagai alat rumah tangga dengan berbagai corak dan design, seperti dinding penyekat, jelusi jendela, dan parquet block (lantai).

Dalam keadaan dingin, kayu karet juga dapat dikupas menjadi venir. Tripleks dari kayu karet yang direkat dengan perekat urea formaldehyde (UF) dan dibubuhi ekstender 20% ternyata mempunyai sifat keteguhan rekat yang memenuhi persyaratan standar Indonesia, standar Jepang, dan standar Jerman. Berarti, sifat perekat kayu karet baik. Tidak semua jenis kayu dapat memenuhi syarat keteguhan rekat ketiga standar tersebut. Dari 26 jenis kayu yang pernah diteliti hanya 92% yang memenuhi standar Jepang, 58% memenuhi standar Jerman, dan 46% memenuhi standar Indonesia. Karena diameter kayu karet relatif kecil, relatif pendek, dan pengurangan diameter relatif besar, sehingga kurang sesuai untuk bahan kayu lapis berbentuk panel. Produk kayu lapis untuk rumah tangga digunakan untuk komponen pintu dan jendela, meja, tangga, dan kursi. Sedangkan untuk bahan bangunan berupa block dan pilar.

Dari papan partikel hingga serat.

Kayu karet juga digunakan untuk papan partikel. Penggunaan papan partikel dari kayu karet lebih sesuai untuk bahan mebel dibanding sebagai bahan bangunan. Untuk meningkatkan keawetan biasanya ditambahkan bahan pengawet 0,5% dari berat papan partikel. Saat ini, papan partikel yang digunakan sudah dilapisi dengan kertas beraneka corak untuk menambah keindahannya.

Kayu karetpun bisa sebagai bahan baku papan serat. Kayu karet diproses menjadi serpih dan diolah menjadi pulp melalui proses soda panas terbuka (disebut juga proses semi kimia soda panas), kemudian dikempa menjadi papan serat. Rendemen pulp berkisar antara 65-80% (berdasarkan bobot). Hasil papan serat berbahan baku kayu karet mempunyai sifat keteguhan lentur dan tarik yang memenuhi standar Inggris, tetapi sifat penyerapan air dan pengembangan tebalnya belum memenuhi standar. Kekurangan ini dapat disempurnakan dengan menambahkan ramuan kayu jenis yang lain.

Bahan untuk arang.

Kayu karetpun bisa digunakan untuk arang. Kualitas jenis kayu untuk arang berhubungan dengan nilai bakarnya. Nilai bakar berhubungan pula dengan berat jenis kayu. Kayu dengan berat jenis 0.60-0.75 termasuk ke dalam kelas III atau baik. Semakin tinggi berat jenis kayu, semakin keras arang yang dihasilkan, dan semakin tinggi pula rendemen arang dihasilkan. Konsekuensinya, makin tinggi kadar karbon yang terikat, dan makin rendah zat menguap. Diperkirakan, rendemen kayu karet sekitar 31%, kadar karbon terikat 79 %, dan kadar zat menguap 19%. Sedangkan persyaratan arang kayu komersial adalah kadar karbon terikat 74-81%, dan kadar zat menguap 18–22%. Jelas, arang kayu karet termasuk ke dalam arang kayu komersial dan sesuai untuk diolah menjadi arang aktif. Arang kayu karet bahkan cocok digunakan sebagai arang metalurgi untuk peleburan bijih besi. Persyaratan arang metalurgi menurut FAO adalah kadar karbon terikat 60–80%, kadar zat menguap 15-26%, dan kadar abu 3-10%. Pengujian skala laboratorium menunjukkan bahwa arang aktif dari kayu karet dapat diolah dengan hasil yang lebih baik bila menggunakan aktivator. Arang aktif terutama berfungsi sebagai pemurni dalam industri bahan makanan, bahan kimia, dan farmasi.

“Saat ini yang perlu dibenahi adalah infrastruktur. Potensi kayu karet ada di kebun rakyat, tetapi lokasi kebun karet rakyat umumnya sulit dijangkau. Kalau bahan baku banyak namun sulit dijangkau, ya sama saja….,” ujar Nancy.

Diterbitkan di Majalah Hevea Edisi 4, Pusat Penelitian Karet Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar